Kasus Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi
Incar sekda Inhu,
jaksa desak BPK audit kerugian Negara
Merdeka.com, Jumat,
12 Desember 2014
Merdeka.com - Kepala Kejaksaan
Negeri (Kejari) Rengat, Provinsi Riau, Teuku Rahman meminta agar Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau memberikan hasil audit yang diminta penyidik
Kejari Rengat atas kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi dana APBD
Inhu tahun 2011 dan 2012 sebesar Rp 2,8 Miliar.
Pasalnya, sudah berbulan-bulan permintaan audit yang diajukan Kejari Rengat
tidak dilayani dengan baik oleh BPK RI Perwakilan Riau tanpa alasan yang jelas.
Desakan ini disampaikan Teuku Rahman mengingat masa jabatan Sekretaris Daerah
(Sekda) Pemerintahan Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Erisman yang diincar
Jaksa bakal berakhir akhir bulan Desember tahun 2014 ini.
"Sekda Inhu
selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam kasus dugaan korupsi APBD Inhu Rp
2,8 miliar. Kami mendesak BPK agar segera menyampaikan hasil audit kerugian negara dalam
kasus dugaan korupsi tersebut sebelum masa jabatannya berakhir karena
pensiun," ujar Kajari Rengat Teuku Rahman, Jum'at (12/12).
Menurut Teuku Rahman,
permintaan audit kerugian negara dalam dugaan korupsi yang dilakukan dua orang
bendahara di sekretariat daerah Inhu, telah disampaikan penyidik Kejari Rengat
kepada BPK Riau sejak bulan Februari 2014.
"Kemudian
dilanjutkan dengan penyampaian kelengkapan data - data pada bulan Maret
2014," jelasnya. Namun, kata Teuku Rahman, hingga saat ini atau sampai
menjelang jabatan Sekda Inhu berakhir permintaan audit tersebut belum
ditanggapi pihak BPK RI perwakilan Riau.
"Permintaan audit yang kita sampaikan kepada BPK Riau untuk keperluan penyidikan dan pengembangan kasus
dugaan korupsi APBD Inhu sebesar Rp 2,8 miliar," keluhnya.
Namun, hingga saat ini atas kasus tersebut, pihaknya yang telah menetapkan dua
orang mantan bendahara di sekretariat daerah Inhu sebagai tersangka dan telah
menahan kedua orang tersebut di Rutan Rengat.
Teuku Rahman
menegaskan jika dalam beberapa hari ke depan pihak BPK Riau belum juga menyerahkan permintaan hasil audit, maka
penyidik Kejari Rengat akan melanjutkan kasus dugaan korupsi tersebut
berdasarkan temuan yang ada.
"Sebenarnya kami sudah memegang Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang terkait dengan dugaan kasus korupsi APBD Inhu sebesar
Rp 2,8 miliar itu," jelasnya.
Tetapi, kata Teuku, pihaknya memperoleh dari berkas laporan masyarakat yang
mengadukan kasus tersebut kepada penyidik Kejari Rengat.
"Selama ini kami
masih menunggu hasil audit BPK, tapi kalau tidak juga ada maka kasus ini kami lanjutkan dengan
hasil temuan dari penyidikan kami," terangnya.
Teuku juga menyatakan bahwa untuk melanjutkan penyidikan dengan temuan penyidik
Kejari Rengat telah mendapat perintah dari Kepala Kejaksaan Tinggi Riau.
"Ya, saya sudah menerima perintah dari Kejati Riau, untuk melanjutkan
pengembangan penyidikan berdasarkan temuan yang ada tanpa menunggu hasil
audit BPK," tandasnya.
Analisa :
Penyebab
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak transparan dan lamban dalam menyelidiki
dan memberikan hasil audit pada kasus dugaan korupsi dana APBD Inhu tahun 2011
dan 2012 sebesar Rp 2,8 M.
Akibat
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) hanya menggunakan temuan penyidik tanpa
didukung dengan temuan audit yang seharusnya diberikan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) yang bertugas sebagai Auditor.
Jenis pelanggaran :
Termasuk ke pelanggaran etika umum yang berisi prinsip-prinsip etika
diantaranya :
1. Tanggung Jawab Profesi
Badan Pemeriksa
Keuangan tidak menjalankan tanggung jawabnya sebagai auditor profesional.
Karena lamban dalam menyelidiki dugaan kasus korupsi yang terdapat di Provinsi
Riau.
2. Kepentingan Publik
Tindakan Badan
Pemeriksa Keuangan mengulur waktu dalam memberikan hasil audit yang dinilai
dapat menghambat kepentingan publik karena merugikan negara sebanyak 2,8
milyar.
3. Integritas
Tindakan yang
dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan RI telah mencoreng namanya
sebagai Auditor. Akibatnya mereka akan kehilangan kepercayaan yang telah
ditanamkan masyarakat terhadapnya selama ini. Dikarenakan sejumlah kasus
korupsi yang belum di audit perhitungan kerugian Keuangan Negara oleh BPK.
4. Objektivitas
Badan Pemeriksa
Keuangan RI dinyatakan tidak objektif sebab tidak berperan sebagai pihak yang
netral dalam memberikan penilaian terhadap hasil pemeriksaan.
5. Kompetensi dan Kehati – hatian Profesional
Badan Pemeriksa
Keuangan dinilai tidak kompetensi karena tidak menuangkan pengalamannya sebagai
auditor dalam menangani kasus. Dan kurangnya kehati-hatian dalam menangani
kasus karena ternyata masih banyak kasus yang belum terselesaikan masalahnya.
6. Perilaku Profesional
Badan Pemeriksa
Keuangan melanggar prinsip etika prilaku profesional karena dianggap lamban
untuk menyelesaikan kasus-kasusnya.
7. Standar Teknis
BPKP Aceh tidak
menjalankan etika etika profesi yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia-Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP). Dimata BPKP telah bertindak
tidak obyektif sehingga merusak integritasnya sendiri dimata maysarakat sebagai
auditor yang profesional. Etika profesi yang telah ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia-Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP) diantaranya
etika tersebut antara lain :
a. Independensi, integritas, dan obyektivitas
b. Standar
umum dan prinsip akuntansi
c. Tanggung
jawab kepada klien
d. Tanggung
jawab kepada rekan seprofesi
e. Tanggung
jawab dan praktik lain
sumber
: http://enobloggers.blogspot.co.id/2015/11/kasus-pelanggaran-etika-profesi.html